IMPERIALISME BENIH MENCEKIK PARA PETANI.
KAPITALISME BENIH
(M Rizal Santoso)
DIKUTIP DARI BERBAGAI SUMBER
Indonesia
adalah negara agraris dengan tanah yang subur yang sangat cocok di kembangkan
untuk area pertanian, gunung berapi yang tersebar di bumi indonesia seolah
menjadi aset mesin peremaja tanah alami, hadiah dari tuhan yang maha esa ini sudah
melekat di bumi pertiwi indonesi, daerah tanpa gunung berapi seperti kalimantan
bukan berarti lahan yang tak subur, pelapukan hutan dari jutaan tahun lalu
membuat lapisan atas kalimantan adalah tanah gambut yang sangat cocok untuk
kegiatan perkebunan, sumberdaya alam dan geografi yang mendukung seharusnya
menjadi fakta bahwa indonesia adalah negara yang potensial untuk mengembangkan
sektor pertanian, bahkan bukannya tidak mungkin bahwa indonesia menjadi negara
peng ekspor pangan terbesar di dunia, namun keserakahan seglintir pihak kembali
menjadikan sebuah fakta menjadi mimpi. Indonesia sebuah negri permai nan hijau
juga subur ternyata takmampu
mensejahterakan rakyat petani yang mencangkul tanah surga di bumi pertiwi.
Kapitalisme
dan imperialisme memang selalu melekat dengan kehidupan manusia hal ini pula
yang mendalangi ketidakberhasilan pertanian di indonesia. Bagaimana mungkin
ketika semua faktor pendukung pertanian berpihak pada petani namun pertanian di
indonesia tak kunjung berkembang, imperialisme seakan menjadi sistem canggih
yang tak berpihak pada petani kelas menengah bawah, biji atau benih sebagai
jantung dari pertanian menjadi permainan imperialisme yang tak berpihak pada
kesejahteraan mayoritas bangsa.
Persekongkolan
pabrik benih dengan pemerintah melahirkan kebijakan kebijakan yang tidak
menguntungkan petani kecil namun menguntungkan bagi pabrik pabrik benih besar
transinternasional di indonesia, Pemerintah seharusnya menjadi pelayan rakyat
dan membuat kebijakan yang bisa menjamin masa depan pangan bangsa. Salah
satunya melindungi pasokan benih petani. Lantas kenapa subsidi benih yang jelas
akan membuat para petani tergantung pada produsen benih justru dilakukan dengan
bangga oleh Menteri Pertanian, bahkan dianggap menyelesaikan salah satu masalah
pokok pertanian dan pangan Indonesia? Ini terjadi karena negara sudah tidak
berpihak lagi pada petani dan lebih mementingkan kesejahteraan pemodal/produsen
benih. Maslah seperti di atas mungkin tidak akan terjadi apabila pemerintah
lebih jeli dalam mempertimbangkan berbagai kebijakan publik, dari sudut pandang
sosiologi pertanian hal tersebut dapat di kaji secara lebih mendalam, dengan
kacamata seorang sosilog yang di harapkan untuk
tetap netral dalam memandang sebuah persoalan sosial.
Imperialsme Benih
Imperialisme adalah
sebuah kebijakan atau sistem dimana golongn yang dominan berusaha menguasai
golongan yang lemah untuk di peras sumber daya alam, manusia dan ekonomi,
istilah imperialisme itu sendiri semakin terkemuka ketika bangsa eropa
melakukan perjalanan keluar eropa untuk kepentingan 3G yaitu Gospel, Glory dan
Gold yang juga untuk membuktikan teori bentuk muka bumi. Imperialisme itu
sendiri identik dengan penjajahan satu golongn oleh golongn lain yang lebih
kuat dan dominan, namun di era moderen ini imperealisme tidaklagi hanya
berbicara di lingkup negara ke negara lainnya, namun imperialisme itu sendiri
telah merasuk ke berbagai sendi kehidupan masyarakat. Di indonesia sendiri
salahsatu bentuk imperialisme salahsatunya menggrogoti perekonomian petani yang
terimperealisme oleh pemerintah dan para kapitalis. Menurut wikipedia Imperialisme ialah sebuah [kebijakan] di mana sebuah negara besar
dapat memegang kendali atau pemerintahan atas
daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang. Sebuah contoh
imperialisme terjadi saat negara-negara itu menaklukkan atau menempati tanah-tanah itu
Indonesia sebagai
negara agraris subur seperti yang di paparkan pada latar belakang di atas
seharusnya di barengi juga dengan pemimpin yang bijak dalam mengambil keputusan
yang berkaitan dengan perekonomian masyarakat, Revolusi Hijau yang disebut Orde
Baru sebagai modernisasi pertanian mengubah sistem pertanian Indonesia dari
multikultur ke monokultur dan memperbesar biaya produksi. Kecuali tenaga mereka
sendiri, bibit, pupuk, dan pestisida harus dibeli petani dari toko pertanian
yang merupakan agen penjual dari perusahaan transnasional.
Berdirinya pabrik
produsen benih di indonesia seperti PT BISI, justru menambah polemik masalah
pertanian. Dikutip dari www.agricultural.org
mengatakan bahwa “Melalui kerja sama semu dengan petani di Karesidenan Kediri,
PT BISI menjual benih di pasaran seharga Rp 30.000 hingga Rp 45.000 dan
bersedia membeli hasil panen yang diambil langsung ke sawah seharga Rp 1.200
per kilogram. Apabila dalam proses penangkaran dan pembuatan benih petani tidak
melakukan pemotongan benang sari, maka petani akan dikenai potongan harga
sebesar Rp 500 per kilogram sehingga menjadi Rp 700 per kilogram”.
Melalui kerja
sama semu ini PT BISI hanya menyediakan benih, mengemas atau memberi label
hasil produksi petani, untuk kemudian menjualnya lagi ke petani dengan
keuntungan berlipat. Apa yang dilakukan PT BISI adalah memipil jagung,
mengeringkan dengan oven, memberikan fungisida, mengemas, dan menjual pada
petani dengan harga 25—43 kali lipat. Jagung dibeli dari petani seharga Rp
1.200 dan dijual kembali ke petani dengan harga minimal Rp 30.000. Artinya,
biaya pengemasan dan pemberian label adalah Rp 28.800, yang sekaligus menjadi
keuntungan perusahaan benih. Sementara, biaya yang harus dikeluarkan seorang
petani di Kabupaten Nganjuk Jawa Timur untuk memproduksi jagung di lahan seluas
85 ru (1 ru = 3,5 m x 3,5 m) atau sekitar 1.200 meter persegi, adalah Rp
712.500. Ini meliputi biaya tanam, perawatan, pemupukan, dan panen. Jika harga
jual jagung Rp 1.200 per kilogram, berarti petani memperoleh Rp 1.200.000 jika
bisa mendapat satu ton panen.
Hasil panen
jagung Rp 1.200.000 dikurangi biaya produksi Rp 712.000 adalah Rp 487.500.
Jumlah ini belum dipotong biaya buruh tanam, rawat, dan panen. Bisa dibilang,
petani tidak mendapat keuntungan sama sekali. Ini diperparah dengan adanya
persekongkolan perusahaan produsen benih dengan pemerintah untuk menjerat
petani”. Dari kutipan di atas dapat kita ketahui bahwa petani sangat di rugikan
dengan adanya pabrik benih yang mendapat keuntungan berlipat dari kepolosn para
petani yang menganggap dirinya sudah untung karena memiliki rekan bisnis yang
membuat benihnya laku dengan cepat.
Penyebab Imperialisme Benih
- >kebijakan pemerintah tidak berpihak pada petani
- >petani tidak mengerti mekanisme pasar
- >subsidi benih
- >petani dilarang membudidayakan benih tanpa surat resmi
- >ptani mudah di perdaya
- >kaum kapitalis bekerjasama denan pemerinah untuk melakukan imperialisme benih
Dampak imperialisme
- >petani tidak berkembang dan di rugikan😢
Upaya meminimalisir
- >memberi pemahaman petani tentan budidaya benih
- >mencabut peraturan mengenai pembenihan
- >subsidi benih di ganti dengn koperasi benih
SO.....
Imperialisme
adalah kejahatan sosial yang searusnya tidak di langgengkan , karena dampak
dari sebuah imperialisme modern bukan hanya kerugian materi namun juga
berdampak buruk pada mentalitas . karena imperialisme modern tidak lagi
mengangkat senjata namun membodohi dengan cara yang cerdas, sudah saatnya
petani indonesia di untungkan oleh kebijakan pemerintah, untuk menjadi ngara
yang maju di sektor pertanian seharusnya negara menjamin kesejahteraan petani ,
negara selayaknya tidaklagi menguntungkan untuk sebelah pihak namun lebih
mengutamakan kesejahteraan rakyat, imperialisme benih merupakan seglintir dari
banaknya masalah pertanian indonesia , dalam hal ini petani seringkali di
rugikan pada sektor produksi dan pemasaran karena sistem yang ada di indonesia
tidak menguntungkan petani, barangkali haltersebutlah yang menjadi penghambat
pertanian di indonesia untuk berkembang padahal indonesia adalah negara yang potensial untuk mensejahterakan rakyat melalui sektor pertanian..😉😴😴😡
0 Response to "IMPERIALISME BENIH MENCEKIK PARA PETANI."
Post a Comment