NIKAH MUDA : Ekspektasi Syar’iah dan Realitas Accidental
NIKAH MUDA : Ekspektasi Syar’iah dan Realitas Accidental[1]
https://2.bp.blogspot.com
Kampanye
nikah muda beberapa waktu lalu tengah menjadi perbincangan yang begitu menarik,
sejauh yang saya ingat kampanye nikah muda ini telah muncul secara masif sejak
Alvin Faiz (17thn) yang menikah dengan
Larissa Chou (20thn) , Alvin sendiri merupakan seorang anak dari ulama besar
indonesia yaitu “Ustd. Arifin Ilham”. Pernikahan alvin dan larissa ini diunggah
di dunia maya dan menuai banyak komentar, tindakan alvin sebenarnya banyak di
dukung oleh kelompok-kelompok muslim konservatis dengan berbagai misi gerakan,
salahsatunya adalah #indonesiatanpapacaran. Gerakan ini tentu saja bukannya
tanpa maksud, diharapkan dengan nikah muda generasi kita akan terhindar dari
zinah yang dapat timbul dari hubungan pacaran, oleh karena itu alangkah lebih
mulianya apabila pacaran digantikan dengan gerakan nikah muda.
dengan
perkembangan teknologi dan internet yang mayoritas digunankan oleh para remaja,
hal ini tentu saja sangat berdampak besar pada perkembangan trend nikah muda yang
bertransformasi menjadi sebuah budaya populer yang marak di konsumsi secara
mentah oleh remaja. Dalam hal ini agama dipandang sebagai sesuatu yang
menganjurkan nikah muda karena tokoh yang melakukan nikah muda adalah anak dari
seorang ulama besar dan di dukung oleh gerakan muslim konserfativ. (Perspektif)
Padahal
jika kita mengacu pada kitab fiqif, kita akan memahami hukum tentang pernikahan
diantaranya adalah wajib, sunah, makruh dan haram[2]. Wajib menikah ditunjukan
bagi mereka yang mampu memberi nafkah dan takut terjadinya zinah, sunah bagi
merek yang berkehendak dan mampu memberi nafkah.makruh bagi orang yang tidak
mampu memberi nafkah dan haram bagi orang yang berniat menyakiti /menyengsarakan
orang yang akan dinikahi. Dalam pengertian ini kita harus memahami pengertian
tentang nafkah itu sendiri, nafkah tentu saja bukan hanya tentang kebutuhan
biologis ataupun seksual melainkan kelayakan tentang nafkah tersebut, contohnya
seorang mahasiswa yang bekerja sampingan (dicontohkan sebagai pelaku nikah
muda) memperoleh penghasilan dari usaha
sampingannya sebesar 30rb/hari, tentu saja apabila berhemat mungkin laki-laki
tersebut dapat membagi dengan istrinya, tapi apakah layak dan tentu saja dapat
berpotensi membuat kehidupan istrinya sengsara, disamping hal itu pernikahan
usia muda akan menyebabkan generasi muda kehilangan kesempatan untuk mengejar
pendidikan tertinggi, menjadi produktif secara maksimal dan yang paling
dikhawatirkan adalah mengganggu kesehatan perempuan baik itu secara fisik
maupun psikis. Mengingat bahwa nikah muda akan banyak memberikan dampak negatif
bagi kesehatan perempuan.
Nikah
muda sebenarnya bukan sebuah hal yang baru di tengah budaya masyarakat
indonesia, bahkan orang-orang pada generasi sebelumnya di nikahkan pada usia
belasan (dibawah 15) tahun ketika mereka
mulai menstruasi. Pada kebudayaan mayoritas di indonesia perempuan seringkali
dianggap sebagai the second sex.
Kebanyakan hanya melihat perempuan sebagi sesuatu yang di perdagangkan untuk
dinikahi sebelum menjadi tua dan tidak laku di pasaran libido laki-laki, nasib
perempuan kemudian seddikit terselamatkan ketika terbentuknya undang-undang
pernikahan dimana perempuan yang boleh dinikahkan harus berumur minimal 16 tahun,
kebijakan ini sbenarnya beberapa wakt lalu telah di gugat oleh aktifis anak dan
perempuan yang menuntut agar usia minimal pernikahan perempuan harus di
tambahkan menjadi 20 tahun.
tradisi
nikah muda ini biasanya banyak terjadi
di negara berkembang, mayoritas terjadi karena banyak faktor yang mendukung
terjadinya nikah muda, biasanya keluarga ataupun individu pelaku nikah muda
dari pihak perempuan memutuskan pernikahan bukan untuk tujuan membentuk
keluarga yang bahagia, melainkan sebagai penyesalan atas kondisi sehinga
munculah ungkapan “daripada” maksudnya adalah banyak sekali perempuan kususnya di
Indonesia yang ahirnya memutuskan menikah di usia muda karena “daripada nganggur” “daripada gak sekolah” “daripada ga punya tujuan”, “daripada jadi beban
orangtua” sementara masih banyak tanggunagan dan seterusnya. Heii.. !!
........ tentusaja ini masalah..
tujuan
pernikahan sebagaimana yang tertulis pada undang-undang adalah untuk membentuk
sebuah kluarga yang harmonis dan bahagia, bukan sekedar pelampiasan atas kesulitnya
realitas hidup. Dengan demikian nikah muda di indonesia tidak lagi tentang
ketaan kepada agama, cita-cita syar’i dan kebahagiaan yang hakiki, melainkan
sebuah pelampiasan atas kegagalan menghadapi realitas.
Disamping
hal yang berkaitan dengan sosial ekonomi, banyak sekali terjadi pernikahan dini
oleh banyak faktor yang bersifat accidental,tidak
di sengaja, terpaksa dsb. dimana biasanya pernikahan seringkali terjadi karena
hubungan pacaran yang diluar batas, perempuan hamil, cinta monyaet yang terlalu
serius dan dapat pula terjadi karena desakan lingkungan yang telah
terkonstruksi budaya tempoe doloe
dimana perempuan yang menginjak duapuluhan akan dianggap sebagai perwan tua
apabila tidak segera menikah, tercatatat bahwa pada tahun 2016 KUA di banyak
kota di indonesia mengeluatkan setidaknya puuhan hingga ratusan surat
dispensasi nikah (surat keterangan untuk menikah meskipun terhalang persyaratan
pernikahan yang berlaku misalnya saja usia) tentu saja hal tersebut menjadi masalah,
pernikahan akibat kehamilan tak diinginkan akan membuat perempuan putus sekolah,
gangguan kesehatan dan seterusnya, hal
ini mungkin yang ingin di usahakan para aktivis dakwah konserfatif agar memulai
jenjang yang serius daripada sekedar pacaran, tapi apakah akan menyelesaikan
masalah ? sedangkan perasaan cinta,suka, dan nafsu adalah sesuatu yang
terbentuk secara alamiah bahkan sejak menjadi anak-anak, sedangkan untuk
menjalin sebuah pernikahan dibutuhkan banyak biaya untuk menjalani hidup
setelah terbentuknya sebuah keluarga.
Kita juga tidak bisa menyalahkan kampanye nikah muda begitu saja, karena
tujuan tentang kampanye tersebuat adalah untuk mengajak pada kebaikan. Yang
harus dilakukan adalah perubahan pola pikir.
http://www.leladies.com
Nikah
muda bukan solusi tunggal, untuk menghindari permasalahan zinah syahwat, dan
seterusnya bukan melulu tentang pernikahan semata, kita bisa melakukan
beragaimacam kesibukan yang dapat mengalihkan perhatian kita dari
pikiran-pikiran negatif, disamping itu dalam menjalin hubugan antara laki-laki
dan perempuan harus sesuai batasan norma yang dianggap baik, masa muda adalah
masa produktif, maka berkembanglah , dadilah pemimpin masa depan dan hindari
perilaku negatif yang dapat menghambat kemajuan kita sebagai generasi muda.
Nikah itu pasti, semua orang telah di pasangkan dengan jodohnya dan pasti akan
menikah, tapi tenang guys.. semua ada waktunya, jadilah berprestasi, produktif,
bahagialah untukmu sendiri untuk orangtuamu dan orang di sekitarmu, agamamu,
dan negaramu.
Dengan
demikian secar sepihak saya simpulkan bahwa pernikahan muda karena alasan
syariah masih sangat jarang dilakukan dan yang justru banyak terjadi adalah
karena alasan accidental yang mengharuskan pasangan muda menikah dan kehilangan
kesempatan untuk menikmati masa muda baik itu secara akademis maupun
sosial. Selain itu sebenarnya apa yang
dilakukan Alvin patut di sayangkan karena ia adalah anak seorang tokoh yang
berpengaruh tentu saja dapat mengkonstruksi pemikiran remaja yang masih labil,
tanpa menyadari realitas yang ia hadapi.
Pernikahan sejatinya harus di lakukan secara matang, bukan sekedar
karena pelampiasan hasrat dan pelegalan terhadap ekploitasi perempuan...
Rasanya
masih banyak yang saya ingin utarakan termasuk tentang permasalahan kesehatan,
data BPS terkait Kekerasan perempuan pernikahan usia muda. Data tentang surat
dispensasi nikah dan seterusnya, namun karena berkecil hati takut jika tulisan
saya akan membosankan apabila terlalu panjang maka mungkin cerita-cerita
tersebut akan saya muat pada bahasan di artikel yang lainnya. Terimakasih teah
membaca silahkan berkomentar J
0 Response to "NIKAH MUDA : Ekspektasi Syar’iah dan Realitas Accidental"
Post a Comment